Ende, sebuah daerah interniran dimasa penjajahan Belanda ternyata
memiliki aneka potensi lokasi yang layak untuk didatangi, dimana orang
mungkin hanya mengenal Kelimutu yang yang menakjubkan dengan danau tiga
warna-nya, karena itulah “komoditas” andalah untuk dunia pariwisata di
Ende. Benar nyatanya memang demikian. Tetapi apakah benar hanya Kelimutu
destinasi yang layak di kunjungi di wilayah Kabupaten Ende?
Sebuah
kabupaten yang letaknya persis ditengah jantung Pulau Flores ternyata
masih menyimpan begitu banyak pesonanya yang secara perlahan mulai
terkuak dan memanggil para penikmatnya untuk mulai mengeksplorasi lebih
jauh apa saja yang dipunyai Ende.
Terdapat begitu banyak
destinasi yang dapat menjadi pilihan bagi siapapun yang hendak
mengunjungi Ende, mulai dari wisata sejarah, panorama alam pegunungan
dan pantai-pantai cantiknya, budaya, kerajinan dan beragam hal lainnya
dapat ditemukan di Ende.
Tetapi mulai sekarang, beragam destinasi
telah ditawarkan saat kita mengunjungi wilayah kabupaten tersebut.
Mulai dari ibukota kabupaten, kita telah ditawarkan untuk segera
menapaki jejak sejarah negeri ini, dimana sebuah museum Bung Karno siap
menanti anda untuk lebih mendalami asal-usul tercetusnya Pancasila
sebagai landasan dari republik tercinta ini. Pasca renovasi yang telah
dilakukan, Ende sangat tepat dijadikan sebagai pusat peringatan
kelahiran Pancasila seperti beberapa waktu lalu saat Wakil Presiden
Budiono serta Alm. Taufik Kiemas menjejakan kakinya untuk
memperingatinya.
Setelah itu? Jangan bergeser dulu dari Ende.
Sebuah kawasan pantai eksotis dengan kekhasannya tentu menanti anda
untuk didatangi. Pantai Batu Hijau yang saat ini telah menjadi salah
satu sendi ekonomi warga setempat menawarkan pesona yang beda
dibandingkan dengan pantai cantik lainnya dan menjadi sebuah spot luar
biasa untuk menantikan datangnya sang senja.
Masih diseputaran
Kota Ende, tentu kita juga tidak ingin melewatkan begitu saja keindahan
Pantai Ria yang terletak tepat di Beranda Kota Ende, disamping beberapa
bangunan tua nan eksotik seperti Gereja Katedral Ende. Sudah cukup?
Bergeser
kearah timur, kita dapat mengunjungi Pantai Mbuu, sebuah pantai indah
yang menawarkan landscape menarik untuk diabadikan oleh kamera anda.
Sebuah potret landscape yang cukup lengkap dapat ditangkap pada spot
ini, dan kita dapat melanjutkan menuju Kampung Ndona, yang menawarkan
keindahan corak dalam kerajinan tenunnya.
Ende ternyata tidak ada
habisnya. Sebelum menuju Kelimutu, kita disuguhi beragam panorama
dengan alam pegunungan dan lembah dalam dengan dasarnya mengalir air nan
jernih. Ingin merasakan? Jangan lewatkan, kita dapat merasakan saat
ingin mencemplungkan diri ke sungai yang bersumber dari pegunungan tepat
di tepi jalan trans Flores atau di sekitar jembatan KM-10. Bila musim
penghujan, mulai dari lokasi tersebut, kita dapat menikmati beberapa air
terjun yang berada disisi kiri jalana trans Flores kearah timur.
Lepas
dari kota Ende, sekitar 30-an km, kita memasuki sebuah wilayah bernama
Detusoko dengan ragam pesona tersendiri. Hamparan sawah berundak akan
menjadi suguhan menarik di wilayah tersebut dan bila sedang musim tanam
atau musim panen tiba, jangan lewatkan kesempatan untuk berbaur bersama
masyarakatnya yang ramah, merasakah lumpur sawah atau sekedar mengambil
gambar sebagai pelengkap cerita anda. Bila kemalaman, sebuah penginapan
sederhana dapat menjadi tempat istirahat anda di wilayah ini sambil
menikmati hangatnya spot wisata air panas bernama Ae Oka.
Lepas
dari Detusoko terdapat 2 pilihan, apakah kita ingin meneruskan kearah
timur, atau mencoba menerobos ke arah utara. Disana, sebuah pantai nan
eksotis siap menjamu kita dengan landscapenya yang luar biasa, sebuah
hamparan pantai berpasir putih dengan laguna indah bernama Pantai
Anabara seolah menjadi tempat pilihan untuk menikmati kebesaran Tuhan,
membaur bersama penduduk lokal yang ramah dan merasakah dan membayangkan
seolah pantai ini menjadi pantai pribadi anda. Ah, itu baru awalnya.
Kembali
ke Detusoko, menuju arah timur, saat memasuki ekoleta yang sangat
terkenal sebagai penghasil beras organik dan suguhan sawah berundak,
silakan berbelok menuju sebuah kampung bernama Wolojita dengan suguhan
deretan rumah adat serta jenazah yang disemayamkan diatas pohon
beringinnya, dan seratus meteran dari kampung tersebut, dengan sedikit
tanjakan saat berjalan kaki, sebuah kampung adat lainnya juga siap
menyambut anda.
Selepas tanah lapang yang biasa digunakan untuk
parkiran kendaraan, kita sudah disambut oleh rumah-rumah adat di kampung
Wolondopo dengan bubungan tinggi dan ilalang yang menjuntai, sebuah
kampung eksotis seolah sangat disayangkan untuk tidak diabadikan pada
kamera anda.
Bila waktunya cukup, kita dapat menemui sang juru
kunci kampung tersebut yang juga merupakan kepala sukunya untuk melihat
mumi bernama Kaki More. Eits…..sabar dulu, untuk melihat mumi tersebut,
biasanya dilaksanakan ritual terlebih dahulu oleh sang penerusnya,
sebagai sebuah penghormatan atas tradisi dan sebuah kearifan lokal yang
tentu perlu terus lestari.
Selepas kampung adat Wolojita dan
Wolondopo sebuah situs berusia sekian abad akan menanti anda untuk
dinikmati dan mengajak anda untuk kembali ke masa ratusan tahun silam,
dalam keramahan masyarakatnya pada sebuah kampung adat dibawah kaki
Gunung Lepembusu bernama Wologai.
Sebuah kampung adat yang selalu
bangkit kembali termasuk terakhir saat mengalami kebakaran hebat pada
Oktober setahun silam, seolah menjadi bukti akan spirit yang luar biasa
dalam mempertahankan lestarinya adat istiadat warisan leluhurnya.
Kembali
ke jalur trans Flores, panorama alam dengan hamparan pegunungan dan
lembah serta areal persawahan bertingkat akan menjadi suguhan menarik
selanjutnya hingga memasuki Kampung Ndua Ria, dimana sebuah pasar
tradisional akan menawarkan pesonanya tersendiri diantara deraian tawa
mama-mama yang asyik menginang (makan sirih pinang), rasakan keramahan
mereka. Disini, biasanya setiap kendaraan atau bus yang lewat pasti
mampir untuk membeli sayur mayur berkualitas dan bagi anda penggemar
sayuran organik dapat dibeli disini dengan harga yang dijamin murah.
Melewati
Ndua Ria, tengoklah pada sisi kiri kendaraan anda. Sebuah landscape
yang luar biasa seolah terpapar dan memanjakan mata anda yang memang
menggemari spot-spot semacam itu hingga memasuki kampung Nuamuri yang
terkenal sebagai penghasil kentang dan wortel.
Melewati wilayah
kampung Nuamuri, kita akan tiba di Desa Koanara yang menjadi pusat
persinggahan bagi para wisatawan sebelum memasuki Kelimutu. Beragam
penginapan dengan harga beragam dapat anda pilih di wilayah ini, salah
satunya adalah Daniel Lodge.
Bila waktunya bertepatan dengan hari
pasar, please, jangan lewatkan untuk mengabadikan moment-moment menarik
disini. Sebuah pasar tradisional yang menawarkan suguhan berbeda akan
kita dapatkan disini. Bagi penggemar kain tenun tradisional, wisatawan
dapat memperoleh ditempat ini, dengan sedikit menawar wisatawan bisa
mendapatkan aneka kain tenun khas Suku Lio yang terkenal dengan aneka
motif nan indah.
Selain itu, bila ingin melihatnya saja, jangan
lewatkan pasar ini, karena ibarat “Cat walk” dipasar tradisional ini,
kita dapat menikmati aneka motif tenunan sebagai sebuah mahakarya dari
para seniman Lio dalam balutan sarung yang biasanya dikenakan oleh kaum
perempuannya.
Sebelum ke Kelimutu atau sesudahnya dan bila ingin
menikmati Moni dan sekitarnya lebih lama, sempatkan diri anda untuk
mengunjungi sebuah situs tua dengan deretan rumah adat bernama Sa’o Ria
di Koanara dan rasakan suasana berbeda saat anda memasuki gerbang Sa’o
Ria yang dihiasi oleh kepala kerbau dan hubungi mama Fara bila ingin
mengunjungi tempat ini. Infonya dapat diperoleh di Daniel Lodge.
Saat
subuh, keramaihan seolah tidak terdengar. Ojek, ataupun kendaraan roda 4
pada saat dinihari akan terlihat sibuk mengangkut para wisatawan yang
ingin merasakan sensasi lain di Kelimutu. Sunrise yang luar biasa akan
menjadi pelengkap cerita anda saat mengunjungi Danau 3 warna yang nan
cantik dan ditemukan pada tahun 1815 tersebut.
Bagi wisatawan
minat khusus, jangan lewatkan untuk mengunjungi arboretum di kawasan
sekitar Danau Kelimutu, karena disini kita seolah memasuki sebuah
laboratorium alam untuk menikmati apa saja yang ada di dalam tanam
nasional tersebut.
Sekembalinya dari Kelimutu, alangkah sayang
bila kita tidak menyempatkan waktu untuk mengunjungi kampung adat Pemo.
Sebuah kampung adat yang letaknya persis di kaki Kelimutu akan membawa
suasana lain bagi para wisatawan saat memasuki situs kampung adat
tersebut yang akan menyambut anda dengan deretan rumah adatnya.
Sayang
bila konsentrasi wisatawan hanya Kelimutu. Kembali ke Desa Koanara -
Moni, siapkan jadwal lanjutan anda yang tentunya salah satu syarat
adalah perpanjanglah masa tinggal anda disini. Bila anda suka berjalan
kaki, arahkanlah kaki anda sejauh 3 km ke Kampung Mbuli Lo’o, disana,
wisatawan akan disuguhi langsung oleh para seniwati yang setia dalam
tradisinya, yaitu menenun. Sebuah tradisi turun temurun yang tetap
dilaksanakan khususnya oleh kaum perempuannya dapat disaksikan disini.
Puas
menikmati sajian khas di tempat ini, jangan lupa untuk membeli kain
tenunannya sebagai oleh-oleh bagi keluarga atau para kerabat anda,
karena tersedia kain tenun khas Suku Lio mulai dari harga yang paling
murah hingga mahal. Please, bila menawar janganlah terlalu murah, karena
untuk membuat mahakarya dalam bentuk kain tenunan ternyata sangatlah
rumit dan bila waktu anda cukup, anda dapat menikmati tentang tata cara
pembuatan sebuah kain tenun, mulai dari pembuatan benang, teknik
mengikat untuk membentuk motif hingga pewarnaan yang selalu dilakukan
secara alami.
Dari kampung Mbuli Lo’o, teruslah melangkahkan kaki
anda menuju selatan. Sebuah kampung adat lainnya di desa Jopu menanti
anda untuk dikunjungi. Sebuah bentuk nyata dari upaya untuk
mempertahankan seolah menjadi bagian dari jiwa masyarakat Suku Lio di
Ende untuk terus menjaga tradisi termasuk rumah-rumah adatnya yang
memiliki arsitektur unik dan pastikan juga anda untuk terus melangkahkan
kaki anda menuju sebuah desa bernama Nggela yang letaknya persis di
pantai selatan.
Deretan rumah-rumah adat dan sebuah kuburan tua
sebagai pertanda awal dari keberadaan kampung tersebut, lengkap dengan
panorama pantai selatan serta detak bunyi dari peralatan tenun
tradisional akan terasa lengkap untuk diabadikan ditempat ini. Kampung
Nggela sangat terkenal akan tradisi tenunannya dan pada masa lalu, ada
sebuah jenis hasil tenunan yang biasanya digunakan oleh kaum bangsawan
berasal dari kampung tersebut dan berharga cukup mahal karena terkandung
nilai luhur dalam setiap motifnya.
Ende ternyata luar biasa.
Pasca mengunjungi Nggela, kembalilah ke Moni dan menginap disana, dan
bila sore menjelang dengan cuaca dingin sempatkan diri anda untuk
merasakan hangatnya air panas Lia Sembe. Letaknya yang tidak jauh
(sekitar 4 km) dapat ditempuh dengan kendaraan roda-2 (tersedia para
tukang ojek yang tergabung dalam wadah ojek Kelimutu) siap membawa anda
menuju tempat ini.
Mengeksplorasi Flores dan khususnya di Ende
tentu akan memberikan kepuasan tersendiri bagi para wisatawan. Tidak
perlu mengeluh dengan fasilitasnya, karena eksotisme tempat-tempat
diatas akan menghilangkan semuanya.
Meneruskan perjalanan ke arah
timur, berhentilah sejenak di sekitar Koramera, sebuah ngarai sebagai
“perkampungan monyet” akan menjadi suguhan lain tepat di tepi jalan
trans Flores. Diujung jalur Koramera, sebuah landscape berbeda akan
menjadi “penawar” tersendiri bagi pengunjung karena dapat menikmati
kampung tua bernama Wolosambi dari ketinggian serta perkampungan lain di
lembah Wolowaru.
Selepas wolosambi, sekitar 4 km, para wisatawan
dapat menikmati sebuah kampung adat lain bernama Wolofeo, dan jika
tidak memiliki waktu banyak, abadikan perkampungan adat tersebut dari
tepi jalan. Deretan rumah adat yang berada di lembahnya seolah menjadi
pagar pelindung sempurna bagi sebuah tempat diatas bukir kecilnya yang
menjadi pusat ritual dalam tradisi Suku Lio bernama Hanga/Kanga. Sebuah
atraksi budaya bernama Gawi, yaitu sebuah tarian massal oleh laki-laki
dan perempuan biasanya dilaksanakan pada saat upacara adat dan pada saat
pergantian tahun.
Terus kearah timur, kampung tua di Wolowaru
Wawo (Desa Lisedetu) yang terletap persis ditepi jalan trans Flores siap
menyapa anda saat tiba di Wolowaru, seolah menjadi pintu gerbangnya
saat anda melakukan perjalanan dari arah barat Flores. Beberapa rumah
adat berderet di lokasi tersebut yang merupakan pusat dalam ritual
tradisi masyarakat di wilayah tersebut. Bila sempat, jangan lupa untuk
memasuki salah satu rumah adatnya dan please contact Bapak Riza Patty
yang juga merupakan kepala desa tersebut.
Bagi wisatawan yang
membawa kendaraan pribadi atau carteran, alangkah menariknya bila
menyempatkan diri juga untuk berkunjung ke pantai Mbuli Waralau yang
tergenal dengan hamparan bebatuan uniknya di tepian pantai serta deburan
ganas ombaknya yang terkenal. Disini, deretan perahu yang bertebaran
disepanjang pantai seolah menyapa anda untuk tidak ketinggalan
mengabadikan moment saat berada di pantai tersebut. Sedikit ke tempat
yang lebih tinggi, hamparan Laut Sawu nan biru dengan gradasi warna nan
elok akan memanjakan mata setiap pengunjung yang datang ke tempat ini.
Puas
menikmati wilayah lain di Ende, sempatkan diri anda untuk menapaki
perkampungan yang memiliki kekhasan tersendiri dengan 3 undakan besarnya
mengajak anda untuk merasakan sensasi lain di kampung tersebut. Sebuah
perkampungan tradisonal yang terkenal sebagai penghasil coklat (kakao)
dan menjadi salah satu produsen tetap coklat bagi salah satu perusahaan
coklat di Swis. Luar biasa.
Atraksi budaya di kampung Wolosoko
biasanya dilaksanakan pada periode Juli setiap tahun dalam ritual Mbama
serta tarian tradisional bernama Gawi menjadi atraksi menarik di
perkampungan tersebut.
Bila pagi menjelang, Sunrise sempurna
dapat ditangkap di kampung tersebut yang dilengkapi dengan panorama
indah nan elok saat kita mengarahkan pandangan kita ke arah selatan
dengan hamparan Laut Sawu serta Gunung Kelibara di bagian baratnya.
Meneruskan
perjalanan selepas kampung Wolosoko hingga Kampung Watuneso terdapat
sebuah spot menarik tepatnya di wilayah bernama Tana Beta (tana = tanah;
beta = putus), sebuah pertautan dari 2 bukit terpisah yang menjadi
penghubung jalan trans Flores. Mengarahkan pandangan anda ke selatan,
sebuah perkampungan bernama Ndori, dengan hamparan Lau Sawu terpapar
diantara Gunung Mole Kelisamba.